Sekilas Tentang Kota Medan

Sekilas Tentang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Surabaya serta kota terbesar di luar pulau Jawa. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dengan keberadaan Pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Internasional Kuala Namu yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia.

Sekilas Tentang Kota Medan

Akses dari pusat kota menuju pelabuhan dan bandara dilengkapi oleh jalan tol dan kereta api. Medan adalah kota pertama di Indonesia yang mengintegrasikan bandara dengan kereta api. Berbatasan dengan Selat Malaka, Medan menjadi kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat penting di Indonesia. Pada tahun 2020, kota Medan memiliki penduduk sebanyak 2.435.252 jiwa, dan kepadatan penduduk 9.522,22 jiwa/km2.

Sejarah Medan berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh Guru Patimpus di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Hari jadi Kota Medan ditetapkan pada 1 Juli 1590. Selanjutnya pada tahun 1632, Medan dijadikan pusat pemerintahan Kesultanan Deli, sebuah kerajaan Melayu. Bangsa Eropa mulai menemukan Medan sejak kedatangan John Anderson dari Inggris pada tahun 1823.

Karesidenan Sumatra Timur

Peradaban di Medan terus berkembang hingga Pemerintah Hindia Belanda memberikan status kota pada 1 April 1909 dan menjadikannya pusat pemerintahan Karesidenan Sumatra Timur. Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.

Menurut Bappenas, Medan adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Medan adalah kota multietnis yang penduduknya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda.

Selain Melayu dan Karo sebagai penghuni awal, Medan didominasi oleh etnis Jawa, Batak, Tionghoa, Minangkabau, Mandailing, dan India. Mayoritas penduduk Medan bekerja di sektor perdagangan, sehingga banyak ditemukan ruko di berbagai sudut kota. Di samping kantor-kantor pemerintah provinsi, di Medan juga terdapat kantor-kantor konsulat dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, dan Jerman.

Sejarah – Sekilas Tentang Kota Medan

Medan berasal dari kata bahasa Tamil Maidhan atau Maidhanam, yang berarti tanah lapang atau tempat yang luas, yang kemudian teradopsi ke Bahasa Melayu.

Hari jadi Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 yang pada mulanya ditetapkan pada tanggal 1 April 1909. Tanggal ini kemudian mendapat bantahan yang cukup keras dari kalangan pers dan beberapa ahli sejarah. Karena itu, Wali kota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan penelitian dan penyelidikan.

Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani membentuk Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam Darus, SH dan T.Luckman, SH.

Untuk lebih mengintensifkan kegiatan kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang Pembentukan Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA dan Anggotanya H. Mohammad Said, Dada Meuraxa, Letkol. Nas Sebayang, Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs. Payung Bangun, MA dan R. Muslim Akbar.

DPRD Medan sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga merekapun membentuk Pansus dengan ketua M.A. Harahap, beranggotakan antara lain Drs. M.Hasan Ginting, Djanius Djamin, Badar Kamil, BA dan Mas Sutarjo.

Dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991), dituliskan bahwa menurut “Hikayat Aceh”, Medan sebagai pelabuhan telah ada pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan Deli.

Rumah Datuk Hamparan Perak

Sejak akhir abad ke-16, nama Haru berubah menjadi Ghuri, dan akhirnya pada awal abad ke-17 menjadi Deli. Pertempuran terus-menerus antara Haru dengan Aceh mengakibatkan penduduk Haru jauh berkurang. Sebagai daerah taklukan, banyak warganya yang dipindahkan ke Aceh untuk dijadikan pekerja kasar.

Selain dengan Aceh, Kerajaan Haru yang makmur ini juga tercatat sering terlibat pertempuran dengan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaka dan juga dengan kerajaan dari Jawa. Serangan dari Pulau Jawa ini antara lain tercatat dalam kitab Pararaton yang dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu. Dalam Negarakertagama, Mpu Prapanca juga menuliskan bahwa selain Pane (Panai), Majapahit juga menaklukkan Kampe (Kampai) dan Harw (Haru).

Berkurangnya penduduk daerah pantai timur Sumatra akibat berbagai perang ini, lalu diikuti dengan mulai mengalirnya suku-suku dari dataran tinggi pedalaman turun ke pesisir pantai timur Sumatra. Suku Karo bermigrasi ke daerah pantai Langkat, Serdang, dan Deli. Suku Simalungun ke daerah pantai Batubara dan Asahan, serta suku Mandailing ke daerah pantai Kualuh, Kota Pinang, Panai, dan Bilah.

Dalam Riwayat Hamparan Perak yang dokumen aslinya ditulis dalam huruf Karo pada rangkaian bilah bambu, tercatat Guru Patimpus Sembiring Pelawi, tokoh masyarakat Karo, sebagai orang yang pertama kali membuka “desa” yang diberi nama Medan. Namun, naskah asli Riwayat Hamparan Perak yang tersimpan di rumah Datuk Hamparan Perak terakhir telah hangus terbakar ketika terjadi “kerusuhan sosial”, tepatnya tanggal 4 Maret 1946. Patimpus adalah anak Tuan Si Raja Hita, pemimpin Karo yang tinggal di Kampung Pekan (Pakan).

Guru Patimpus – Sekilas Tentang Kota Medan

Ia menolak menggantikan ayahnya dan lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan mistik, sehingga akhirnya dikenal sebagai Guru Patimpus. Antara tahun 1614-1630 Masehi, ia belajar agama Islam dan di-Islamkan oleh Datuk Kota Bangun, setelah kalah dalam adu kesaktian. Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik Tarigan, pemimpin daerah yang sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka Desa Medan yang terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Dia pun lalu memimpin desa tersebut.

Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590 kemudian dipandang sebagai pembuka sebuah kampung yang bernama Medan Puteri walaupun sangat minim data tentang Guru Patimpus sebagai pendiri Kota Medan. Karenanya hari jadi ditetapkan berdasarkan perkiraan tanggal 1 Juli 1590 dan diusulkan kepada Wali kota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam bentuk perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan untuk disahkan.

 Kesultanan Deli – Sekilas Tentang Kota Medan

Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan bahwa usul tersebut dapat disempurnakan. Sesuai dengan sidang DPRD, Wali kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat Keputusan No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan melanjutkan kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna.

Berdasarkan perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A.Harahap bulan Maret 1975 bahwa tanggal 1 Juli 1590. Secara resmi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktu sebelumnya.

Di Kota Medan juga menjadi pusat Kesultanan Melayu Deli, yang sebelumnya adalah Kerajaan Aru. Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia).

John Anderson, orang Eropa asal Inggris yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Raja Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai.

Sekilas Tentang Kota Medan

Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibu kota Karesidenan Sumatra Timur sekaligus ibu kota Kesultanan Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra Melayu, dan seorang Tionghoa.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan.

Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing, dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru, dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

Demografi – Sekilas Tentang Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatra dan keempat di Indonesia.

Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung.

Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Suku bangsa – Sekilas Tentang Kota Medan

Kota Medan memiliki beragam etnis atau suku bangsa dengan mayoritas penduduk beretnis Batak, Jawa, Tionghoa, dan Minangkabau. Adapun etnis aslinya adalah Melayu dan Suku Karo bagian Jahe atau pesisir.

Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.

Secara persentasi, Kota Medan didominasi oleh suku bangsa Batak, yang meliputi Batak Toba, Angkola, Mandailing, Karo, Simalungun dan Pakpak. Penduduk kota Medan berdasarkan suku bangsa tahun 2000 yakni Batak sebanyak 33,70% (Batak Toba 19,21%; Angkola.

Mandailing 9,36%; Karo 4,10%; Simalungun 0,69%; Pakpak 0,34%). Kemudian suku Jawa sebanyak 33,03%, diikuti Tionghoa sebanyak 10,65%, kemudian Minangkabau sebanyak 8,60%, Melayu 6,59%, Aceh 2,78%, Nias sebanyak 0,69%, dan suku lainnya 3,96%.

Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.

Agama – Sekilas Tentang Kota Medan

Selain multi etnis, kota Medan juga dikenal dengan kota yang beragam agama. Meskipun demikian, warga kota Medan tetap menjaga perdamaian dan kerukunan meskipun berbeda keyakinan. Berdasarkan data sensus Kota Medan tahun 2018 menunjukan bahwa mayoritas penduduk menganut agama Islam 64,35%, kemudian Kristen Protestan 20,99%, Buddha 8,27%, Katolik 5,11%, Hindu 1,04% dan Konghucu 0,06%.

Agama di Kota Medan
AgamaPersen
Islam  64.35%
Protestan  20.99%
Buddha  8.27%
Katolik  5.11%
Hindu  1.04%
Konghucu  0.06%

Agama utama di Kota Medan berdasarkan etnis adalah:
  • Islam. terutama dipeluk oleh orang Melayu, Pesisir, Minangkabau, Jawa, Aceh, Arab, Mandailing, Angkola, sebagian lagi orang Karo, Simalungun, Pakpak, dan Tionghoa. Beberapa masjid yang ada di Kota Medan adalah Masjid Al Osmani di Medan Labuhan, Masjid Raya Al Mashun Medan, Masjid Agung Sumatra Utara Medan, Masjid Lama Gang Bengkok Medan dan lainnya.
  • Kristen (Protestan dan Katolik), terutama dipeluk oleh suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, dan sebagian suku Angkola dan Tionghoa. Beberapa gereja yang ada diantaranya, gereja HKBP, Methodist, Graha Bunda Maria Annai Velangkanni, GBKP, GKPS, GKPA, GKPPD, GKPI, GBI, GPIB, GKII, GPdI, Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB), Katedral Roma, Gereja Mawar Sharon, Gereja Tuhan dan Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehuwa.
  • Hindu, terutama dipeluk oleh orang Tamil atau suku India, dan Bali. Beberapa kuil atau pura yang ada di Kota Medan ialah Pura Agung Raksa Buana di Polonia, Kuil Shri Mariamman, Kuil shri muniswaren, dan Kuil Shri Mahasinggama Kaliamman Polonia
  • Buddha dan Konghucu terutama dipeluk oleh orang Tionghoa. B

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *