Pantai Gapang Aceh

Pantai Gapang Aceh – di Kota Sabang, Pulau Weh, adalah salah satu pilihan wisata bahari saat Anda kunjungi saat bertandang ke Aceh. Para penjelajah dunia (backpackers) juga menjadikan pantai ini masuk dalam list perjalanan mereka merapat di Pelabuhan Balohan kemudian meluncur ke bagian barat pulau ini sekira 1 jam perjalanan berkelok naik turun

Pantai Gapang Aceh

Pantai Gapang Aceh

Pilihan ada di tangan Anda setelah sampai di Pantai Gapang. Backpackers memiliki pilihan harga dan jenis akomodasi yang beragam mulai dari rumah tumpang atau bungalow dengan dinding kayu yang eksotis.

Ada pula resort penyelam yang juga memiliki fasilitas hampir sama dengan pelayanan khusus bagi mereka yang memiliki hobi menyelam.

Berlokasi sekitar 17 km dari kota Sabang, untuk menuju Pantai Gapang maka Anda dapat berangkat dari Sabang atau dari Pelabuhan Balohan. Dengan menyewa kendaraan yang dapat disewa secara bersamaan dengan wisatawan lain atau menggunakan angkutan umum.

Pantai Gapang dituju dengan lama perjalanan sekitar 1 jam lebih perjalanan dimana selalu dilewati oleh mereka yang akan menuju keTugu Kilometer

Backpacker memiliki kebiasaan mengatur keuangannya dengan baik dengan tetap membuka seleranya yang tinggi. Dengan duduk di tepi pantai dan di kampong penyelam, keduanya dapat dipertahankan dengan nyaman. Banyaknya pilihan tempat makan di Pantai Gapang membuatnya ramai dikunjungi. Silakan coba kehangatan suasana Gapang Jaya Restaurant, Zero, Buchari’s Limbo Restaurant, Barracuda Restaurant

Apabila ingin berbelanja beberapa jenis barang luar negeri maka Sabang kini diaktifkan kembali sebagai pelabuhan bebas seperti Batam. Beberapa souvenir menarik dapat ditemukan di Jalan Perdagangan Sabang, seperti cenderamata dari batok kelapa hasil karya masyarakat Desa Ie Meulee-Ujung Kareung.  Ada juga kaos t-shirt berdesain unik di Jalan Cut Mutia, Sabang yaitu Distro Piyoh

Menyelam dan snorkeling selalu menjadi kegiatan yang paling utama ditawarkan di Pantai Gapang. Tarifnya biasanya tak jauh berbeda dengan pantai-pantai lain di Indonesia. Untuk snorkeling biasanya pengunjung mendapatkan perlengkapan sewaan yang disediakan di sekitar pantai dan resort sekitar. Begitu pula untuk penyelaman, pusat olah raga selam atau dive center sudah banyak beroperasi di Pantai Gapang

Kapal Tsunami Lampulo

Kapal Tsunami Lampulo – masih dipertahankan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mengenang Musibah besar Tsunami yang pernah melanda Kota Banda Aceh. Merupakan Sebuah kapal yang terbawa Gelombang Tsunami dan terdampar di perumahan penduduk di kawasan Kampong Lampulo Kecamatan Kuta Alam.

Kapal Tsunami Lampulo

Kapal Tsunami Lampulo

Kejadian Tsunami 26 Desember 2004

Tahun 2004 silam, Aceh dihempas tsunami dahsyat. Sampai-sampai, ada kapal yang menerjang atap rumah penduduk. Kejadian Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh dulu, masih bisa kita lihat rekam jejaknya sampai sekarang. Kebetulan saat mengikuti perjalanan dinas dari kantor di kota Banda Aceh, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke sebuah wilayah yang menyimpan cerita tersebut.

Salah satunya adalah Kapal Lampulo. Di sana ada sebuah rumah yang menjadi saksi bisu tentang maha dahsyatnya tsunami yang menimpa Aceh. Bukan rumah biasa sebab di atas rumah tersebut ada sebuah kapal. Kapal ini dulu saat Tsunami mampu menyelamatkan 59 orang yang terombang-ambing oleh banjir besar.Oleh masyarakat sekitar dan pemerintah setempat, kapal yang berada di atas rumah tersebut tidak diturunkan atau di renovasi. Namun, dibiarkan begitu apa adanya sejak terkena musibah hingga saat sekarang.

Dijadikan wisata sejarah. Jadi setiap orang bisa melihatnya. Mengenang kejadian tsunami yang bukan saja membuat luluh lantak Aceh, namun juga menggetarkan seluruh umat manusia di dunia. Termasuk aksi sosial. Banyak negara yang terketuk hatinya untuk datang dan membantu korban bencana tsunami Aceh. Saya bersama seorang teman, berangkat ke lokasi dengan menggunakan mobil pribadi.

Objek wisata ini tidaklah sulit

Perjalanan menuju lokasi memakan waktu sekitar tiga puluh menit. Untuk mencapai objek wisata ini tidaklah sulit, letaknya berdekatan dengan kantor Puskesmas Lampulo, persis di belakang sekolah dasar (SD) 65 Coca Cola Banda Aceh. Akses ke sana juga mudah, bisa menggunakan sepeda motor atau naik becak dengan tarif tiga ribu rupiah per kilometernya. Sampai di sana, saya langsung tercengang. Benar adanya rumah tersebut di atasnya ada sebuah kapal.

Di dalam rumah ada spanduk besar yang bertuliskan nama-nama para korban musibah tsunami yang selamat. Nama-nama tersebut banyak sekali. Spanduknya lumayan besar sehingga bisa menutupi salah satu dinding rumah. Menurut cerita yang tertulis di plakat yang ada di rumah tersebut, ‘Kapal ini dihempas oleh gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 hingga tersangkut di rumah ini.

Sudah ada tangga yang tersedia untuk pengunjung bisa naik ke atas rumah.Bencana Tsunami Aceh lima belas tahun yang lalu membawa kapal seberat 20 ton ini tersangkut di atas rumah penduduk di kawasan gampong Lampulo, tepatnya di atas rumah keluarga Misbah dan Abassiah. Kapal dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter ini terbuat dari kayu.

Kapal yang terbuat dari kayu

Bagian bawah kapal dicat warna hitam, sedangkan badan kapal tampak telah dicat kembali dengan cat minyak berwarna perak. Beberapa bagian di dinding kapal terlihat mulai lapuk dimakan usia.Saya menaiki tangga datar setinggi lima meter yang terbuat dari besi dengan hati-hati.Di atas rumah, ada kapal yang terletak pas di sebelah tangga yang saya naiki. Kapal inilah yang ingin saya lihat secara langsung. Rumah dan kapal ini sempat viral di banyak pemberitaan yang terkait dengan musibah Tsunami tersebut.

Kapal yang terbuat dari kayu tersebut, tampak masih terjaga alias terawat dengan baik. Meski ada juga bagian lainnya yang mulai lapuk. Namun secara keseluruhan masih terlihat utuh. Posisinya juga tidak berubah sejak kejadian tsunami tersebut. Sudah puluhan tahun, kondisi ini tetap di pertahankan. Ini hanya sekelumit cerita saya saat berkunjung ke Kapal Lampulo Banda Aceh.

Pantai Lampuuk Longha Aceh

Pantai Lampuuk Longha Aceh – Pantai Lhoknga merupakan pantai yang terletak di Kabupaten Aceh Besar, memiliki panorama nan cantik serta beberapa spot surfing yang menantang.

Pantai Lampuuk Longha Aceh

Pantai Lampuuk Longha Aceh

Aceh merupakan salah satu provinsi di Sumatra dengan garis pantai yang sangat panjang. Tak heran jika daerah yang populer dengan sebutan Serambi Mekkah ini memiliki puluhan pantai berjejer indah. Walaupun sempat diterjang gelombang tsunami pada tahun 2004, sebagian besar pantai di Aceh kini telah berbenah. Salah satunya adalah Pantai Lhoknga yang merupakan tempat bermain surfing favorit di Aceh.

Pantai Lhoknga memang telah dikenal memiliki salah satu spot surfing terbaik di Aceh. Tak hanya di Indonesia, pantai ini juga telah mendapat pengakuan dunia Internasional akan gelombang ombaknya. Dengan tiga level ombak yang berbeda, pantai ini sangat cocok bagi para penggemar olahraga pemacu adrenalin seperti surfing.

Secara administratif, Pantai Lhoknga terletak pada Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Untuk mencapai ke pantai ini, pengunjung setidaknya harus menempuh jarak kurang lebih 20 kilometer atau melakukan perjalanan selama setengah jam dari Banda Aceh. Lokasi dari pantai ini juga sangat dekat dengan Pantai Lampuuk sehingga banyak yang beranggapan pantai ini adalah Pantai Lampuuk.

Jaraknya yang tak terlalu jauh dari ibukota provinsi Aceh, menjadikan akses untuk menuju ke Pantai Lhoknga juga mudah. Wisatawan bisa menggunakan kendaraan umum seperti taksi, bus, atau labi-labi yang merupakan kendaraan unik di Aceh. Tak hanya itu, jalan yang menuju ke pantai ini juga dalam kondisi cukup baik untuk dilalui.

Pesona Pantai Lhoknga

Ketika tiba di lokasi, wisatawan akan disambut dengan hamparan lautan luas yang biru serta dipadukan pasir pantai putih membentang di sepanjang pantai. Karakteristik air laut di Pantai Lhoknga ini cenderung jernih, serta tak banyak dipenuhi bebatuan karang di bibir pantainya. Di hamparan pasir putih, wisatawan bisa bebas bermain pasir atau bermain voli pantai.

Pesona utama yang ditawarkan dari Pantai Lhoknga adalah gelombang ombak yang memiliki karakteristik berbeda. Setidaknya ada lima titik spot surfing, yang menjadi andalan bagi para peselancar lokal maupun internasional. Bagi pemula yang baru ingin belajar bermain surfing, disarankan untuk menggunakan spot ‘Left Hander Point’.

Gelombang ombak ini jaraknya kurang lebih 300 meter dari bibir pantai dan memiliki tingkat kesulitan rendah. Selain itu ada juga spot ‘Camera Right Point’ yang menjadi favorit bagi peselancar dari negeri Jepang. Ada pula titik ombak Peak Point, Suri Point, dan Out Sight Right Hander. Khusus untuk Out Sight Right Hander, titik ini memiliki arus yang sangat kuat serta sangat berbahaya.

Pasir putih

Nama Suri Point diabadikan dari nama seorang peselancar lokal yang tewas di titik tersebut. Dahulu, Suri merupakan peselancar mahir, yang menguasai di titik tersebut. Titik ini jaraknya kurang lebih 200 meter dari bibir pantai serta memiliki kesulitan yang cukup tinggi. Suri meninggal pada tahun 2004, ketika terjadi bencana tsunami yang melanda Aceh.

Selain menjadi tempat favorit bagi para peselancar, Pantai Lhoknga juga memiliki panorama pantai yang cukup memukau. Pada sore hari, wisatawan biasanya tumpah ruah bersantai di pasir putih sembari menunggu fenomena sunset yang indah. Kondisi pantai yang masih sepi dan alami juga seakan menjadi nilai tambah pantai ini.

Selepas lelah bermain selancar, wisatawan bisa beristirahat sejenak dengan duduk dibawah pepohonan rindang yang tumbuh di bibir pantai. Tak lupa, jagung bakar menjadi santapan wajib ketika berkunjung ke Pantai Lhoknga. Menikmati keindahan sunset dipinggir pantai, serta ditemani semilir angin yang berhembus akan menjadikan liburan terasa sempurna.

Bahaya Pantai Longha

Meskipun pantai ini memiliki panorama alam serta menjadi spot surfing internasional, wisatawan tetap harus berhati-hati ketika berkunjung ke pantai ini. Tercatat, beberapa wisatawan pernah ditemukan hilang serta tewas di Pantai Lhoknga. Sempat dikira angker, kini telah ditemukan penyebab dari seringnya wisatawan yang tewas di pantai tersebut.

Pada bulan-bulan tertentu, ketika terjadi pasang air laut serta musim angin kencang menjadikan gelombang di pantai menjadi berbahaya. Wisatawan yang tidak mengetahui hal tersebut serta nekat berenang jauh dari tepi pantai bisa membayahakan dirinya sendiri. Hal ini juga dikarenakan minimnya fasilitas keamanan yang ada di Pantai Lhoknga.

Tak hanya itu, dikabarkan Pantai Lhoknga memiliki arus bawah air yang sangat kuat seperti di Pantai Parangtritis, Jogja. Inilah yang menyebabkan kecelakaan sering terjadi. Wisatawan yang panik ketika terseret arus tersebut akan sulit untuk meloloskan diri. Terlebih lagi, pantai ini juga memiliki palung dimana arus bahwa air ini berada.

Ketika berwisata di pantai ini, diharapkan pengunjung selalu waspada dan berhati-hati saat berenang atau bermain air. Keterbatasan fasilitas keamanan seperti rambu-rambu, serta penjaga pantai juga diharapkan keberadaannya. Mengingat potensi Pantai Lhoknga yang begitu besar, pengelola pantai seharusnya mengutamakan keselamatan wisatawan.

Fasilitas Pantai Longha

Fasilitas yang ada di Pantai Lhoknga terbilang cukup memadai, terdapat toilet serta lahan parkir yang cukup luas sehingga wisatawan tak perlu bingung untuk memarkirkan kendaraannya. Selain itu, bagi umat muslim yang ingin beribadah disekitar lokasi pantai terdapat mushola dan masjid yang bisa digunakan wisatawan untuk sholat.

Disekitar lokasi pantai, juga tersedia persewaan papan selancar bagi wisatawan yang ingin surfing di Pantai Lhoknga. Jadi pengunjung tak perlu repot-repot membawa papan selancar dari rumah. Selain itu, juga tersedia warung-warung dan kafe yang menyediakan berbagai macam kuliner. Salah satu yang khas di pantai ini adalah menikmati jagung bakar sambil melihat fenomena sunset di sore hari.

Jika wisatawan ingin menginap, di sekitar Pantai Lhoknga juga terdapat resort, hotel dan penginapan yang bisa digunakan oleh wisatawan. Penginapan tersebut menawarkan berbagai fasilitas sesuai harga yang ditawarkan. Pengunjung dapat memanfaatkan fasilitas ini jika ingin menikmati keindahan pantai lebih lama lagi.

Pantai Lhoknga memang menawarkan keindahan pantai yang memukau serta spot favorit bagi para peselancar lokal dan mancanegara. Berikut aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan wisatawan ketika berada di pantai ini.

Surfing Pantai Longha

Daya tarik utama yang dimiliki Pantai Lhoknga adalah gelombang ombak yang cukup menantang bagi para pemain surfing. Adanya beberapa spot surfing dengan tingkat kesulitan yang berbeda memang menjadi tantangan tersendiri bagi penggemar olahraga pemacu adrenalin tersebut. Jika kamu ingin bermain surfing, kamu bisa melakukannya di pantai yang terletak di Aceh Besar ini. 

Jika kamu masih pemula, pilihlah spot surfing yang tak terlalu menantang. Spot tersebut dikenal dengan nama Left Hander Point. Namun jika kamu sudah mahir, kamu bisa mencoba beberapa spot lain yang cukup menantang. Beberapa peselancar lokal bahkan dunia mengatakan, bermain surfing di Pantai Lhoknga tak kalah menantangnya dengan spot surfing yang ada di Pulau Bali.

Menikmati Keindahan Pantai

Selain memiliki beberapa spot surfing, pantai ini juga terkenal akan keindahan panoramanya. Memiliki air laut yang jernih serta pasir pantai yang membentang disepanjang mata memandang akan membuat setiap pengunjung betah berlama-lama di Pantai Lhoknga. Kamu bisa berenang, bermain air, atau main voli pantai di pasir putih yang bersih.

Usai lelah bermain, kamu bisa bersantai di bawah pepohonan rindang yang tumbuh disekitar pantai. Terdapat pula gazebo-gazebo sederhana yang bisa kamu manfaatkan untuk beristirahat. Menikmati pemandangan lautan luas, dengan suara deburan ombak yang menyapu pasir pantai akan menjadikan liburanmu terasa sempurna.

Melihat sunset dan Hunting foto

Pesona pantai Longha memang terlalu indah untuk di lewatkan. Tempat wisata yang satu ini juga menawarkan fenomena sunset indah ketika sore hari tiba. banyak muda mudi yang datang, sehingga sore hari pantai ini cukup ramai dan oleh wisatawan yang datang.

Sebahagian besar wisatawan yang datang di sore hari ingin menyaksikan ke indahan sunset yang ada di pantai longha. ketika matahari perlahan menemui ufuknya, akan tercipta suasana romantis yang semakin indah bila di pandang oleh orang yang di cintai. Menikmati indahnya Matahari terbenam, terasa tak lengkap jika tak mencicipi nikmatnya jagung bakar khas pantai.

Tips Berwisata di Pantai Lhoknga
  • Berhati-hatilah ketika berenang di Pantai Lhoknga, karena terdapat arus bawah yang cukup kuat.
  • Bagi peselancar pemula, sebaiknya ditemani dengan peselancar professional.
  • Wisatawan diharapkan meninggalkan lokasi pantai ketika Magrib tiba.
  • Selalu jaga kebersihan Pantai Lhoknga, dengan tak membuang sampah sembarang tempat.

Rumah Cut Nyak Dhien

Rumah Cut Nyak Dhien – Berkunjung ke Provinsi Aceh, selain menikmati wisata alam yang indah mengagumkan, kita juga bisa mengunjungi lokasi wisata sejarah.

Rumah Cut Nyak Dhien

Rumah Cut Nyak Dhien

Ya, Aceh memiliki kisah perjalanan sejarah yang cukup panjang. Beberapa pahlawan nasional yang berjuang melawan penjajahan Belanda berasal dari Aceh, salah satunya Cut Nyak Dhien.

Nah, untuk mengetahui lebih dekat tentang Srikandi Indonesia dari Tanah Rencong, mengunjungi tempat tinggal Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar adalah caranya.

Museum Rumah Cut Nyak Dhien sebenarnya merupakan replikasi yang dibuat mirip aslinya. Pasalnya, rumah Cut Nyak Dhien dibakar hingga habis oleh penjajah Belanda pada 1896 setelah diketahui bahwa Teuku Umar hanya berpura-pura membelot.

Dibangun kembali pada 1981 dan rampung satu tahun kemudian. Kemudian, museum ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad Hasan, pada 1987.

Pusat perjuangan Aceh melawan Belanda

Museum Rumah Cut Nyak Dhien berlokasi di Desa Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar.

Bila ditempuh dari Kota Banda Aceh, kira-kira jaraknya sekitar 10 kilometer. Posisi Museum Rumah Cut Nyak Dhien persis di sisi jalan raya, sehingga pengunjung dapat mudah menemukannya.

Berbentuk rumah panggung dengan konstruksi kayu dan beratap rumbia, seperti umumnya rumah adat Aceh.

Rumah panggung tersebut disangga oleh sekitar 65 tiang kayu. Ukuran rumah sekitar 25 meter x 17 meter. Warna hitam mendominasi rumah ini.

Untuk menuju rumah itu, pengunjung harus menaiki beberapa anak tangga. Tangga utama masuk terletak di sebelah kanan rumah. Kemudian, pintu masuk utamanya relatif kecil sehingga siapapun perlu sedikit membungkukkan badan.

Setelah masuk ke dalam rumah, mata akan disajikan oleh suasana yang lapang. Ada banyak ruangan di rumah tersebut. Masing-masing ruangan terhubung oleh pintu. Suasananya adem dan sejuk karena dinding rumah terbuat dari papan kayu dan atap yang dilapisi pelepah daun kelapa tua.

Pada dinding ruangan di area depan, orang bisa menyimak silsilah keturunan keluarga Cut Nyak Dhien. Kemudian, pada area dinding ruangan yang lain, ada foto-foto yang menggambarkan perjuangan Aceh melawan penjajah Belanda.

lemari dan tempat tidur

Di ruangan lain, ada juga kursi-kursi kayu dan meja yang diperkirakan sebagai tempat para tokoh pejuang untuk berunding dan menetapkan strategi perang. Ada juga beberapa koleksi senjata yang dipajang, yaitu rencong dan parang. Dahulu, alat perang ini digunakan oleh Cut Nyak Dhien.

Memasuki ruangan lain,  yaitu ruangan tengah, pengunjung bisa melihat ada dua kamar yang dilengkapi tempat tidur khas Aceh. Satu ruangan kamar untuk para dayang Cut Nyak Dhien. Satu ruangan lainnya, adakah kamar Cut Nyak Dhien. Tampak ada lemari dan tempat tidur dengan tirai berwarna kuning layaknya kamar bangsawan.

Oh ya, kalau dilihat, pada bagian samping depan tampak sumur yang sangat tinggi, kira-kira dua meter. Ini dimaksudkan agar penjajah Belanda tidak dapat meracuni air di dalam sumur.

Mengunjungi tentu tidak sekadar mendapatkan pengalaman yang berkesan. Akan tetapi, pengunjung bisa juga mendapatkan edukasi tentang sejarah perjuangan pahlawan wanita Indonesia.

Nah, bila ada ada kesempatan bertandang berwisata ke provinsi  di ujung pulau Sumatra ini, jangan lewatkan untuk mengunjungi Museum Rumah Cut Nyak Dhien.

11-Wisata Padang-Harus Kamu-Kunjungi Saat-Liburan

11-Wisata Padang-Harus Kamu-Kunjungi Saat-Liburan – Tempat wisata di Padang dapat menjadi salah satu rekomendasi yang tepat untuk berlibur bersama keluarga atau pasangan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Sumatera Barat mempunyai banyak destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Mulai dari wisata alam sampai wisata budaya. Kota Padang sendiri mempunyai wilayah yang berbatasan langsung dengan laut, sehingga di tempat banyak sekali pantai yang bisa disinggahi. 

11-Wisata Padang-Harus Kamu-Kunjungi Saat-Liburan

Selain itu, Kota Padang juga mempunyai berbagai variasi geografi seperti pulau-pulau kecil yang sangat indah. Kamu dapat mengunjungi beberapa pulau tersebut hanya dengan menyewa perahu. Dijamin, bila kamu berwisata ke kota Padang tidak akan membuat bosan lantaran banyaknya tempat wisata yang dapat dinikmati. Nah, menyadur dari berbagai sumber, berikut adalah ulasan mengenai tempat wisata di Padang yang wajib dikunjungi. 

11-Wisata Padang-Harus Kamu-Kunjungi Saat-Liburan

Pantai Air Manis

Tempat wisata di Padang yang pertama adalah pantai Air Manis yang sangat ikonik. Di tempat ini ada juga sebuah batu yang berbentuk seperti manusia sedang bersujud. Masyarakat setempat meyakini bahwa batu tersebut adalah Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu oleh ibunya. Hal menarik lainnya yang terdapat di destinasi wisata ini adalah bebatuan yang mirip seperti tali tambang kapal dan kayu yang berbentuk pecahan badan kapal. Penduduk sekitar juga yakin bahwa batu tersebut bukan kebetulan, tapi ada hubungannya dengan legenda Malin Kundang yang nyata adanya. 

Jembatan Siti Nurbaya

Tempat wisata di Padang ini cukup unik karena mengangkat nama dari kisah Siti Nurbaya. Jembatan ini membentang sekitar 156 meter di atas permukaan Sungai Batang Aru. Nama Siti Nurbaya lantaran fungsinya sebagai salah satu penghubung menuju Gunung Padang yang menjadi latar novel klasik Siti Nurbaya. Jembatan ini juga bisa dijadikan sebagai tempat menikmati panorama terbenamnya matahari. 

Pantai Padang

Pantai Padang adalah salah satu tempat wisata di Padang yang paling favorit dan banyak dikunjungi oleh wisatawan. Apalagi sesudah Pemerintah Kota Padang yang memoles destinasi tersebut dengan berbagai fasilitas dan tempat yang semakin nyaman.  Pada saat cuaca cerah, Pantai Padang adalah salah satu tempat yang sangat ideal untuk menyaksikan matahari terbenam. Apalagi ditambah dengan bias merah cahaya matahari yang sangat mengagumkan. 

Pantai Pasumpahan – 11-Wisata Padang-Harus Kamu-Kunjungi Saat-Liburan

Terletak di Pulau Pasumpahan yang berada di wilayah Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Untuk menuju ke tempat wisata di Padang ini kamu dapat menyewa speed boat dari Teluk Bangas.  Setelah berada di sana, kamu akan disambut dengan hamparan pasir putih yang dikelilingi dengan perbukitan dan pepohonan rindang. Selain itu, pantai di tempat ini masih memiliki air yang jernih sehingga kamu bisa melihat terumbu karang yang masih terjaga dengan mudah.

Air Terjun Sarasah

Destinasi wisata alam ini lebih dikenal dengan sebutan Sarasah Barasok. Dalam bahasa Padang, Sarasah mempunyai arti air terjun dan Barasok berarti berasap. Seperti namanya, tempat wisata di Padang ini tampak seperti air yang berasap mengepul dari kejauhan.  Hal ini diakibatkan oleh aliran air yang mengucur sangat keras dengan tinggi 20 meter. Air terjun yang satu ini menawarkan berbagai pesona alam yang sangat bila dilewatkan. Dapat dikatakan bahwa tempat wisata yang satu ini cocok untuk kamu yang menyukai wisata petualangan. Hal ini karena untuk mencapai lokasi wisata harus menempuh perjalanan dengan jalan terjal. 

Pantai Pasir Jambak

Pantai yang satu ini juga tidak kalah indah dari beberapa pantai yang ada di Padang. Berada di Tebing, Pantai Pasir Jambak sangat cocok untuk dikunjungi pada akhir pekan atau saat liburan tiba. Lokasinya pun tidak terlalu jauh, hanya berjarak 20 kilometer dari pusat Kota Padang. Pesona dari tempat wisata di Padang ini berada di pasir putihnya, tempat yang landai, dan pohon kelapa yang menjulang tinggi. Selain itu, tempat ini juga sudah menyediakan fasilitas lain yang dimulai dari rumah makan, gazebo, homestay, sampai area parkir yang luas. Bila akan berkunjung ke tempat ini, disarankan datang pada waktu senja untuk menikmati tenggelamnya matahari.

Air Terjun Lubuk Hitam

Ada lagi tempat wisata air terjun di Padang yang wajib dikunjungi adalah Lubuk Hitam Waterfall. Tempat wisata di Padang ini berbeda dengan wisata air terjun pada umumnya, karena ini adalah air terjun bertingkat dengan aliran air yang jernih. Saat berkunjung ke sini, kamu akan melihat air terjun pada tiga tingkatan yang sangat unik dan menarik.  Saking uniknya, tiga tingkatan air terjun tersebut mempunyai karakteristik sendiri yang berbeda-beda. Dua tingkat pertama mempunyai ketinggian yang mencapai 2 meter. Kemudian tingkatan berikutnya mempunyai ketinggian yang mencapai 10 meter. Seluruh tingkatan tersebut mempunyai jalur yang mudah diakses dan tidak terlalu menanjak. 

Museum Adityawarman – 11-Wisata Padang-Harus Kamu-Kunjungi Saat-Liburan

Kerap disebut juga dengan Taman Mini Sumatera Barat. Tempat wisata di Padang inoi terletak di kawasan dengan luas 2,6 hektare dan luas bangunan yang mencapai 2.855 m2.  Di Museum Adityawarman ini ada sebuah koleksi benda bersejarah, baik itu cagar budaya Minangkabau atau nasional. Dari banyaknya koleksi yang terdapat di sini, salah satu yang paling unik adalah Rumah Bagonjong atau Banjuang yang memiliki arsitektur khas Minang. 

Masjid Raya Sumatera Barat

Yang berada di Kota Padang ini dikenal karena memiliki arsitektur yang unik. Masjid ini tidak mempunyai kubah, tapi mengusung arsitektur dari Rumah Gadang dengan empat sudut lancip khas budaya Minangkabau. Bangunan dari masjid ii berbentuk lonjong dengan luas yang mencapai 18.000 m2.  Menariknya, salah satu tempat wisata di Padang ini berhasil meraih penghargaan Abdullatif Al Fozan Award atau AFAWA beberapa waktu yang lalu. Penghargaan tersebut adalah ajang untuk memperlihatkan karya dan desain masih dari beberapa negara muslim yang ada di dunia. 

Lubuk Paraku

Saat kamu berkunjung ke Kota Padang, jangan lupa untuk menyempatkan hadir ke kolam Lubuk Paraku. Destinasi wisata ini berbentuk kolam dengan air yang berwarna biru dan sangat jernih. Suasananya semakin teduh ketika rerimbunan pohon di sekeliling lokasi bergoyang oleh terpaan angin.  Destinasi wisata ini masih belum banyak dilakukan perubahan, sehingga suasananya masih alami. Menariknya, kolam ini sudah hadir sejak zaman kolonial dan ditetapkan menjadi destinasi wisata primadona tahun 80-an. Bukan hanya suasananya yang masih perawan, tapi keindahan dan pamornya tidak tinggal kenangan. 

Pantai Nirwana – 11-Wisata Padang-Harus Kamu-Kunjungi Saat-Liburan

Pantai yang berada di Kota Padang memang dikenal lantaran memiliki keindahan. Tempat wisata ini begitu cocok untuk didatangi bersama dengan keluarga atau pasangan. Ombaknya yang tidak terlalu besar dan hamparan pasir putih yang sangat indah dan menakjubkan tidak boleh dilewatkan.  Bahkan, para pengunjung diizinkan untuk bermain air dan berenang di tempat ini. Akan tetapi, tidak diperbolehkan untuk melebihi garis pantai yang bisa membahayakan nyawa. Bila sudah selesai bermain air, kamu juga bisa langsung menyantap hidangan yang sangat enak dan lezat. 

Masjid Raya Baiturrahman Banda-Aceh

Masjid Raya Baiturrahman Banda-Aceh – ( مسجد راي بايتوررحمن ) adalah sebuah Masjid yang terletak di pusat kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Indonesia. Juga menjadi simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini adalah landmark Banda Aceh sejak era Kesultanan Aceh dan selamat dari bencana tsunami pada 26 Desember 2004 silam.

Masjid Raya Baiturrahman Banda-Aceh

Masjid Raya Baiturrahman Banda-Aceh

Sejarah

Masjid yang asli dibangun pada tahun 1612 di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Ada juga yang mengatakan bahwa yang asli dibangun lebih awal pada tahun 1292 oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah. Masjid Kerajaan yang asli menampilkan atap jerami berlapis-lapis yang merupakan fitur khas arsitektur Aceh.

Ketika Kolonial Hindia Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada 10 April 1873, masyarakat Aceh menggunakan Masjid Raya yang asli sebagai benteng pertempuran, dan menyerang pasukan Royal Belanda dari dalam masjid. Pasukan Royal Belanda pun membalas dengan menembakkan suar ke atap jerami masjid, yang menyebabkan masjid terbakar.

Jendral Van Swieten pun menjanjikan pemimpin lokal bahwa dia akan membangun kembali Masjid Raya dan menciptakan tempat yang hangat untuk permintaan maaf. Pada 9 Oktober 1879, Belanda membangun kembali Masjid Baiturrahman sebagai pemberian dan untuk mengurangi kemarahan rakyat Aceh. Konstruksi dimulai pada tahun 1879.

Di selesaikan pada 27 Desember 1881

Ketika batu pertama diletakkan oleh Tengku Qadhi Malikul Adil, yang kemudian menjadi imam pertama di Masjid Raya baru ini, dan diselesaikan pada 27 Desember 1881 ketika masa pemerintahan Sultan terakhir Aceh, Muhammad Daud Syah. Banyak orang Aceh yang awalnya menolak untuk beribadah di Masjid Raya Baiturrahman yang baru ini karena dibangun oleh orang Belanda, yang awalnya merupakan musuh mereka. Namun sekarang Masjid ini telah menjadi kebanggaan Masyarakat Aceh.

Pada awalnya, Masjid Raya Baiturrahman hanya memiliki satu kubah dan satu menara. Kubah-kubah dan Menara-menara ekstra baru ditambahkan pada tahun 1935, 1958, dan 1982. Hari ini Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 kubah dan 8 menara, termasuk yang tertinggi di Banda Aceh.

Masjid Raya Baiturrahman selamat dari peristiwa Gempa dan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang hanya mendapatkan sedikit kerusakan seperti beberapa dinding yang retak. Salah satu menara 35 meter juga mengalami sedikit keretakan dan menjadi sedikit miring akibat gempa tersebut. Disaat kejadian bencana alam tersebut, Masjid ini digunakan sebagai tempat penampungan sementara untuk orang-orang yang terlantar dan baru dibuka kembali untuk ibadah setelah 2 minggu.

Arsitektur dan Desain

Masjid Raya Baiturrahman awalnya dirancang oleh arsitek Belanda yang bernama Gerrit Bruins. Desainnya kemudian diadaptasi oleh L.P. Luijks, yang juga mengawasi pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor Lie A Sie.[6] Desain yang dipilih adalah gaya kebangkitan Mughal, yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara. Kubah hitam uniknya dibangun dari sirap kayu keras yang digabung menjadi ubin.

Interiornya dihiasi dengan dinding dan pilar be-relief, tangga marmer dan lantai dari Tiongkok, jendela kaca patri dari Belgia, pintu kayu berdekorasi, dan lampu hias gantung perunggu. Batu-batu bangunannya berasal dari Belanda. Pada saat penyelesaiannya, desain yang baru pada masanya ini sangat kontras dibandingkan dengan masjid-masjid khas Aceh disaat itu, yang mengakibatkan banyak orang Aceh menolak untuk shalat di Masjid Raya Baiturrahman ini, ditambah lagi karena masjid ini dibangun oleh “orang kafir” Belanda. Namun sekarang, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi masjid kebanggaan masyarakat Aceh.

Wisatawan

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Aceh terus meningkat setiap tahunnya, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang tersebar diseluruh penjuru Aceh. Salah satu objek wisata sejarah yang sangat diminati oleh para wisatawan adalah Masjid Raya Baiturrahman, para wisatawan biasanya menghabiskan waktu dengan cara mempelajari sejarah Masjid Raya Baiturrahman, menikmati keindahan arsitekturnya serta mengabadikan foto saat berada di kawasan masjid.

Sekilas Tentang Kota Medan

Sekilas Tentang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Surabaya serta kota terbesar di luar pulau Jawa. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dengan keberadaan Pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Internasional Kuala Namu yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia.

Sekilas Tentang Kota Medan

Akses dari pusat kota menuju pelabuhan dan bandara dilengkapi oleh jalan tol dan kereta api. Medan adalah kota pertama di Indonesia yang mengintegrasikan bandara dengan kereta api. Berbatasan dengan Selat Malaka, Medan menjadi kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat penting di Indonesia. Pada tahun 2020, kota Medan memiliki penduduk sebanyak 2.435.252 jiwa, dan kepadatan penduduk 9.522,22 jiwa/km2.

Sejarah Medan berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh Guru Patimpus di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Hari jadi Kota Medan ditetapkan pada 1 Juli 1590. Selanjutnya pada tahun 1632, Medan dijadikan pusat pemerintahan Kesultanan Deli, sebuah kerajaan Melayu. Bangsa Eropa mulai menemukan Medan sejak kedatangan John Anderson dari Inggris pada tahun 1823.

Karesidenan Sumatra Timur

Peradaban di Medan terus berkembang hingga Pemerintah Hindia Belanda memberikan status kota pada 1 April 1909 dan menjadikannya pusat pemerintahan Karesidenan Sumatra Timur. Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.

Menurut Bappenas, Medan adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Medan adalah kota multietnis yang penduduknya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda.

Selain Melayu dan Karo sebagai penghuni awal, Medan didominasi oleh etnis Jawa, Batak, Tionghoa, Minangkabau, Mandailing, dan India. Mayoritas penduduk Medan bekerja di sektor perdagangan, sehingga banyak ditemukan ruko di berbagai sudut kota. Di samping kantor-kantor pemerintah provinsi, di Medan juga terdapat kantor-kantor konsulat dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, dan Jerman.

Sejarah – Sekilas Tentang Kota Medan

Medan berasal dari kata bahasa Tamil Maidhan atau Maidhanam, yang berarti tanah lapang atau tempat yang luas, yang kemudian teradopsi ke Bahasa Melayu.

Hari jadi Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 yang pada mulanya ditetapkan pada tanggal 1 April 1909. Tanggal ini kemudian mendapat bantahan yang cukup keras dari kalangan pers dan beberapa ahli sejarah. Karena itu, Wali kota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan penelitian dan penyelidikan.

Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani membentuk Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam Darus, SH dan T.Luckman, SH.

Untuk lebih mengintensifkan kegiatan kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang Pembentukan Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA dan Anggotanya H. Mohammad Said, Dada Meuraxa, Letkol. Nas Sebayang, Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs. Payung Bangun, MA dan R. Muslim Akbar.

DPRD Medan sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga merekapun membentuk Pansus dengan ketua M.A. Harahap, beranggotakan antara lain Drs. M.Hasan Ginting, Djanius Djamin, Badar Kamil, BA dan Mas Sutarjo.

Dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991), dituliskan bahwa menurut “Hikayat Aceh”, Medan sebagai pelabuhan telah ada pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan Deli.

Rumah Datuk Hamparan Perak

Sejak akhir abad ke-16, nama Haru berubah menjadi Ghuri, dan akhirnya pada awal abad ke-17 menjadi Deli. Pertempuran terus-menerus antara Haru dengan Aceh mengakibatkan penduduk Haru jauh berkurang. Sebagai daerah taklukan, banyak warganya yang dipindahkan ke Aceh untuk dijadikan pekerja kasar.

Selain dengan Aceh, Kerajaan Haru yang makmur ini juga tercatat sering terlibat pertempuran dengan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaka dan juga dengan kerajaan dari Jawa. Serangan dari Pulau Jawa ini antara lain tercatat dalam kitab Pararaton yang dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu. Dalam Negarakertagama, Mpu Prapanca juga menuliskan bahwa selain Pane (Panai), Majapahit juga menaklukkan Kampe (Kampai) dan Harw (Haru).

Berkurangnya penduduk daerah pantai timur Sumatra akibat berbagai perang ini, lalu diikuti dengan mulai mengalirnya suku-suku dari dataran tinggi pedalaman turun ke pesisir pantai timur Sumatra. Suku Karo bermigrasi ke daerah pantai Langkat, Serdang, dan Deli. Suku Simalungun ke daerah pantai Batubara dan Asahan, serta suku Mandailing ke daerah pantai Kualuh, Kota Pinang, Panai, dan Bilah.

Dalam Riwayat Hamparan Perak yang dokumen aslinya ditulis dalam huruf Karo pada rangkaian bilah bambu, tercatat Guru Patimpus Sembiring Pelawi, tokoh masyarakat Karo, sebagai orang yang pertama kali membuka “desa” yang diberi nama Medan. Namun, naskah asli Riwayat Hamparan Perak yang tersimpan di rumah Datuk Hamparan Perak terakhir telah hangus terbakar ketika terjadi “kerusuhan sosial”, tepatnya tanggal 4 Maret 1946. Patimpus adalah anak Tuan Si Raja Hita, pemimpin Karo yang tinggal di Kampung Pekan (Pakan).

Guru Patimpus – Sekilas Tentang Kota Medan

Ia menolak menggantikan ayahnya dan lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan mistik, sehingga akhirnya dikenal sebagai Guru Patimpus. Antara tahun 1614-1630 Masehi, ia belajar agama Islam dan di-Islamkan oleh Datuk Kota Bangun, setelah kalah dalam adu kesaktian. Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik Tarigan, pemimpin daerah yang sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka Desa Medan yang terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Dia pun lalu memimpin desa tersebut.

Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590 kemudian dipandang sebagai pembuka sebuah kampung yang bernama Medan Puteri walaupun sangat minim data tentang Guru Patimpus sebagai pendiri Kota Medan. Karenanya hari jadi ditetapkan berdasarkan perkiraan tanggal 1 Juli 1590 dan diusulkan kepada Wali kota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam bentuk perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan untuk disahkan.

 Kesultanan Deli – Sekilas Tentang Kota Medan

Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan bahwa usul tersebut dapat disempurnakan. Sesuai dengan sidang DPRD, Wali kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat Keputusan No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan melanjutkan kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna.

Berdasarkan perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A.Harahap bulan Maret 1975 bahwa tanggal 1 Juli 1590. Secara resmi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktu sebelumnya.

Di Kota Medan juga menjadi pusat Kesultanan Melayu Deli, yang sebelumnya adalah Kerajaan Aru. Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia).

John Anderson, orang Eropa asal Inggris yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Raja Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai.

Sekilas Tentang Kota Medan

Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibu kota Karesidenan Sumatra Timur sekaligus ibu kota Kesultanan Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra Melayu, dan seorang Tionghoa.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan.

Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing, dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru, dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

Demografi – Sekilas Tentang Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatra dan keempat di Indonesia.

Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung.

Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Suku bangsa – Sekilas Tentang Kota Medan

Kota Medan memiliki beragam etnis atau suku bangsa dengan mayoritas penduduk beretnis Batak, Jawa, Tionghoa, dan Minangkabau. Adapun etnis aslinya adalah Melayu dan Suku Karo bagian Jahe atau pesisir.

Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.

Secara persentasi, Kota Medan didominasi oleh suku bangsa Batak, yang meliputi Batak Toba, Angkola, Mandailing, Karo, Simalungun dan Pakpak. Penduduk kota Medan berdasarkan suku bangsa tahun 2000 yakni Batak sebanyak 33,70% (Batak Toba 19,21%; Angkola.

Mandailing 9,36%; Karo 4,10%; Simalungun 0,69%; Pakpak 0,34%). Kemudian suku Jawa sebanyak 33,03%, diikuti Tionghoa sebanyak 10,65%, kemudian Minangkabau sebanyak 8,60%, Melayu 6,59%, Aceh 2,78%, Nias sebanyak 0,69%, dan suku lainnya 3,96%.

Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.

Agama – Sekilas Tentang Kota Medan

Selain multi etnis, kota Medan juga dikenal dengan kota yang beragam agama. Meskipun demikian, warga kota Medan tetap menjaga perdamaian dan kerukunan meskipun berbeda keyakinan. Berdasarkan data sensus Kota Medan tahun 2018 menunjukan bahwa mayoritas penduduk menganut agama Islam 64,35%, kemudian Kristen Protestan 20,99%, Buddha 8,27%, Katolik 5,11%, Hindu 1,04% dan Konghucu 0,06%.

Agama di Kota Medan
AgamaPersen
Islam  64.35%
Protestan  20.99%
Buddha  8.27%
Katolik  5.11%
Hindu  1.04%
Konghucu  0.06%

Agama utama di Kota Medan berdasarkan etnis adalah:
  • Islam. terutama dipeluk oleh orang Melayu, Pesisir, Minangkabau, Jawa, Aceh, Arab, Mandailing, Angkola, sebagian lagi orang Karo, Simalungun, Pakpak, dan Tionghoa. Beberapa masjid yang ada di Kota Medan adalah Masjid Al Osmani di Medan Labuhan, Masjid Raya Al Mashun Medan, Masjid Agung Sumatra Utara Medan, Masjid Lama Gang Bengkok Medan dan lainnya.
  • Kristen (Protestan dan Katolik), terutama dipeluk oleh suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, dan sebagian suku Angkola dan Tionghoa. Beberapa gereja yang ada diantaranya, gereja HKBP, Methodist, Graha Bunda Maria Annai Velangkanni, GBKP, GKPS, GKPA, GKPPD, GKPI, GBI, GPIB, GKII, GPdI, Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB), Katedral Roma, Gereja Mawar Sharon, Gereja Tuhan dan Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehuwa.
  • Hindu, terutama dipeluk oleh orang Tamil atau suku India, dan Bali. Beberapa kuil atau pura yang ada di Kota Medan ialah Pura Agung Raksa Buana di Polonia, Kuil Shri Mariamman, Kuil shri muniswaren, dan Kuil Shri Mahasinggama Kaliamman Polonia
  • Buddha dan Konghucu terutama dipeluk oleh orang Tionghoa. B

Sekilas Sejarah Raja Sidabutar

Sekilas Sejarah Raja Sidabutar – Kabupaten Samosir dikenal dengan banyaknya bukti peninggalan sejarah, salah satunya terdapat di Desa Ambarita kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, yaitu kuburan batu Raja Sidabutar.

Sekilas Sejarah Raja Sidabutar

Desa Ambarita menjadi satu tempat wisata sejarah yang wajib dikunjungi karena kaya akan peninggalan sejarah di masa kepemimpinan Raja Sidabutar, tokoh yang dipercaya menjadi manusia pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Samosir.

Sekilas Sejarah Raja Sidabutar

Di sana wisatawan bisa melihat dari dekat makam Raja Sidabutar, sang penguasa Pulau Samosir.

Sekaligus mendengar kisah tentang Raja Sidabutar yang sangat terkenal memiliki kesaktian.

Ambar Silalahi, penduduk sekitar menuturkan, konon Sidabutar adalah raja yang sakti dan kuat.

Kesaktiannya pun diyakini datang dari rambutnya yang panjang dan gimbal.

Rambutnya dipangkas maka kesaktiannya bakal hilang

“Jika rambutnya dipangkas maka kesaktiannya bakal hilang, oleh sebab itu beliau konon sangat menjaga rambutnya,” katanya.

Uniknya, kata dia, Raja Sidabutar mempersiapkan makamnya sendiri dengan memanggil tukang pahat yang ada di Pulau Samosir.

“Pembuatan makam Raja Sidabutar dilakukan upacara khusus. Kalau makam biasanya berhiaskan nisan, berbeda dengan makam Raja Sidabutar ini yang dihiasi simbol. Ada gambar ukiran kepala yang besar melambangkan Raja Sidabutar, sedangkan ukiran kepala yang ada di ujung satunya dengan ukuran yang lebih kecil menunjukkan permaisuri, Boru Damanik,” katanya.

Keturunan Raja Sidabutar

“Sedangkan ukiran lelaki yang berada di bawah kepala raja adalah Panglima Guru Saung Lang Meraji.”

Selain Raja Sidabutar, ada juga makam para keturunannya dan ajudan.

Makam batu tertata sangat rapi, warna merah, hitam dan putih menjadi ornamen utama yang mewarnai hampir seluruh area pekuburan.

Ia menuturkan makam Raja Sidabutar merupakan makam yang terbuat dari batu utuh tanpa persambungan yang dipahat.

Makam batu ini juga tidak dikuburkan di dalam tanah, melainkan diletakkan di permukaan tanah.

“Memasuki wilayah pekuburan juga harus mengenakan ulos.

Wisatawan boleh meletakkannya di bahu,” ujarnya.

Seorang wisatawan, Maulita menuturkan tertarik mengunjungi makam batu Raja Sidabutar setelah direkomendasikan oleh temannya.

Menurutnya, makam tersebut sangat unik karena seperti prasasti.

Uniknya lagi makam Raja Sidabutar sendiri merupakan makam terbesar di kompleks ini dan sudah berumur sekitar lebih dari 460 tahun.

Raja Sidabutar wafat pada 1544

“Sebelum memasuki makam, pengunjung harus mengenakan ulos. Ketentuan ini berlaku semenjak Raja Sidabutar wafat pada 1544. Menurut kepercayaan masyarakat setempat kata pemandu, bila hal ini dilanggar, maka pengunjung yang melanggar akan didatangi Raja Sidabutar di dalam mimpi,” katanya.

Menurutnya, wisata sejarah makam Raja Sidabutar menjadi wisata sejarah yang tidak boleh terlewatkan bagi wisatawan yang tertarik pada sejarah.

Terima kasih telah membaca artikel di atas

Baca juga : Itinerary Wisata lainnya

Kisah Meriam-Buntung Istana Maimoon

Kisah Meriam-Buntung Istana Maimoon – Di halaman Istana Maimun tersimpan benda peninggalan sejarah yang unik, yaitu Meriam Puntung. Ada kisah menarik di balik meriam yang pecah jadi 2 bagian ini.

Kisah Meriam-Buntung Istana Maimoon

Kalau berkunjung ke Istana Maimun di depan, tepat di sisi kanan halaman istana ada bangunan berbentuk Rumah Adat Karo. Ternyata bangunan itu bukanlah bangunan biasa, sebab di dalamnya berisi peninggalan sejarah yang begitu unik.

Di dalam bangunan rumah-rumahan itu, tersimpan Meriam Puntung alias Meriam Buntung. Dinamakan seperti itu, karena meriam ini bentuknya buntung alias seperti terpotong tidak sempurna. Konon ada cerita mengapa meriam ini bisa buntung.

Ada 2 versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat tentang bagaimana asal muasal meriam ini.

“Dari cerita masyarakat, dulu ada satu kerajaan bernama Aru. Raja Aru punya 3 anak, 2 laki-laki dan 1 perempuan yang bernama Putri Hijau. Kerajaan ini susah ditaklukkan. Dipilihlah cara persuasif dengan perkawinan, namun ditolak. Akhirnya terjadi perang

saat perang terjadi antara Kerajaan Aru dan Kerajaan Aceh, meriam sakti ini digunakan. Konon, meriam ini adalah penjelmaan dari adik Putri Hijau.

“Meriam ini punya kekuatan gaib, tanpa disulut api bisa meledak. Kenapa meriam ini bisa putus? Saking panasnya, meriam ini pun pecah jadi 2 bagian. Satu bagian terpental di Kabanjahe, Tanah Karo. Satu patahannya lagi ada di halaman Istana Maimun

Sedangkan versi kedua dari cerita ini menyebut bahwa Meriam Puntung adalah simbol keberhasilan Kesultanan Deli dalam menaklukkan Kerajaan Aru.

“Zaman dulu kan apa yang jadi kebanggaan kerajaan yang ditaklukkan dibawa pulang sebagai cinderamata. Ini jadi simbol kejayaan Nenek Moyang Kesultanan Deli

Kerap Terdengar Suara Misterius – Kisah Meriam-Buntung Istana Maimoon

Satu lagi yang menarik dari Meriam Puntung. Dari cerita Mohar, banyak traveler yang mendengar suara misterius yang keluar dari lubang api meriam bila kita menempelkan telinga di lubang itu. Masing-masing orang bisa berbeda-beda suara yang didengar.

“Ada yang bilang suara air terjun. Ada yang bilang suara kuda

Di malam-malam tertentu bahkan ada yang pernah mendengar suara letusan dan jeritan. Karena penasaran, salah satu dari rombongan kami mencoba untuk menempelkan telinga di lubang yang biasanya digunakan untuk menyulut api. Rupanya dia bilang tidak terdengar suara apa-apa.

Terlepas dari kebenaran cerita-cerita tersebut dengan segala mitosnya, yang jelas Meriam Puntung ini jadi peninggalan sejarah yang wajib untuk dilestarikan. Traveler bisa melihatnya bila liburan ke Medan dan mampir ke Istana Maimun.

Masjid Raya Medan Al-Mashun

Masjid Raya Medan Al-Mashun (Aksara Jawi: مسجد راي ميدن) merupakan sebuah masjid yang terletak di Kota Medan, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909. Pada awal pendiriannya, masjid ini menyatu dengan kompleks istana.

Masjid Raya Medan Al-Mashun

Masjid Raya Medan Al-Mashun

Al-Mashun yang berarti ‘dipelihara’, sesuai namanya hingga kini masih terpelihara dan terawat dengan baik. Tidak heran, karena masjid ini di masa silam merupakan Masjid Negara pada masa jayanya Kesultanan Melayu Deli, yang pada saat ini masuk dalam wilayah Provinsi Sumatra Utara.

Tidak jauh dari Masjid Raya Al-Mashun, kita dapat menyaksikan litana Maimoon, tempat kediaman Sultan Deli. Pembangunan Masjid :tu sendiri dimulai pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1909.

Secara keseluruhan biaya pembangunan masjid ditanggung sendiri oleh Sultan Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi sultan ketika itu. Menurut keterangan Raja Muda, Ketua Takmir Masjid Raya Al-Mashun, pembangunan menghabiskan dana sebesar satu juta gulden Belanda.

Seorang arsitek bangsa Belanda

Akan halnya Masjid Raya Al-Mashun, tentu menjadi kebanggaan bagi masyarakat Islam di Medan ketika itu karena masjid ini sangat megah di masa umat Islam di wilayah Nusantara ini masih dijajah bangsa asing. Hingga kini, Masjid Al-Mashun tetap menjadi kebanggaan karena kemegahannya.

Pada masa penjajahan tempo dulu, umat Islam, khususnya di medan, sangat bersyukur sebab wilayah kekuasaan Kesultanan Deli tidak begitu luas sehingga Sultan Maamun Al-Rasyid tetap mampu membangun sebuah masjid yang teramat indah dan megah untuk ukuran masa itu. Sultan Maimoon berprinsip, lebih mengutamakan kemegahan masjid dari pada istananya sendiri.

Untuk membangun masjid yang indah dan megah itu, Sultan “terpaksa” memilih J.A. Tingdeman, seorang arsitek bangsa Belanda, mengingat ketika itu belum ada seorang arsitek bangsa pribumi. Oleh sultan, Tingdeman diberi kepercayaan untuk merancang dan men- dekorasi sehingga Masjid Al-Mashun tampak anggun dipandang Apabila kita masuk ke dalamnya maka kita akan menyaksikan kecantikan dan keindahan Masjid Raya Al-Mashun ini, seperti lantainya terbuat dari marmer Italia dan lampu kristal gantung yang langsung didatangkan dari Prancis.

Situs Sejarah

Kini, Masjid Raya Al-Mashun diketuai oleh Tengku Hamdi Osman Deli Khan atau lebih dikenal dengan julukan Raja Muda. Beliau adalah adik kandung Sultan Azmi Perkasa Alamsyah XII yang menjadi penguasa Istana Maimoon pada saat ini.

Menurut Ketua Umum MUI Medan, K.H. Abd. Aziz Usman yang ikut memberikan penjelasan, dengan berdirinya Masjid Raya Al-Mashun maka terbentuklah sebuah pemukiman baru yang sekarang dikenal aengan nama Kota Maksum, yang letaknya persis di sebelah Masjid Raya Al-Mashun. Berdasarkan catatan sejarah, Kota Maksum tempo dulu merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Deli.

Sebagai tambahan, perlu digarisbawahi bahwa sekarang ini, keberadaan Masjid Raya Al-Mashun, Medan, sepenuhnya ditanggung oleh Bapak H. Bachtiar Djafar, Walikota Kodya Medan, yang kebetulan putra asli daerah Deli. Secara khusus, Masjid Raya Al-Mashun tidak pemah mengalami perubahan karena masjid ini termasuk situs ber- sejarah yang dilindungi undang-undang.

Kini, selain menjadi pusat ibadah kaum muslimin kota Medan, Masjid Raya Al-Mashun ini juga menjadi obyek wisata yang selalu ramai dikunjungi turis domestik (lokal) maupun turis mancanegara.

Terima kasih telah membaca artikel di atas

Baca juga : Itinerary wisata lainnya